Lokananta Saksi Bisu Perjalanan Musik di Indonesia.

25 Agustus 2022, 23:38 WIB

Hariankota.comLokananta menjadi saksi bisu perkembangan studio rekaman di Indonesia. Tempat ini adalah sebuah lorong waktu musik Indonesia dari zaman ke zaman. Dimana tersimpan rapi koleksi 53.000 piringan hitam dalam rak-rak besi di ruang berpendingin udara yang diatur khusus suhunya.

Dilansir dari Indonesia.go.id, masih ada 5.670 master rekaman lagu daerah serta pidato-pidato pembakar semangat dari Presiden Soekarno. Tersimpan juga master suara asli Soekarno ketika membacakan Proklamasi dan master rekaman lagu kebangsaan Indonesia Raya yang pertama kali dinyanyikan. Semua diletakkan dalam lemari baja khusus.

Selain punya ruang rekaman terluas di Indonesia, yakni 14×31 meter atau hampir dua kali ukuran lapangan bulu tangkis, studio yang diresmikan pada 1985 itu memiliki sistem audio yang terbilang sangat baik dengan tata akustik canggih. Ada pelantang suara merek ternama, yakni JBL, dengan teknologi terbaik satu-satunya di dunia.

Alat mixing perekam suaranya hanya bisa ditandingi oleh studio milik BBC di London. Bahkan fasilitas rekaman di Lokananta bisa dibilang jauh lebih baik dari Studio Abbey Road di Liverpool, yang biasa menjadi langganan The Beatles untuk merekam lagu-lagu mereka.

Untuk melindungi aset berharga di dalamnya yang bernilai sejarah, Pemerintah Kota Surakarta pun menetapkan Lokananta sebagai cagar budaya. Ini sesuai Surat Keputusan Kepala Dinas Tata Ruang Kota nomor 646/40/I/2014 tentang Penetapan Bangunan Cagar Budaya. Penetapannya dilandasi Undang-Undang nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Langkah digitalisasi pun dilakukan pengelola Lokananta terhadap semua koleksi piringan hitam agar tak lekang oleh waktu. Perkembangan teknologi pula yang memaksa Lokananta tak lagi memproduksi kaset dari musisi-musisi di tanah air. Namun pengelola Lokananta tak putus harapan untuk terus menghidupkan studio rekaman tertua di Indonesia itu.

Lokananta saat ini juga menjadi objek tujuan wisata di Surakarta, setelah difungsikan sebagai museum musik. Pengunjung yang mendatanginya bakal dikenakan tiket masuk senilai Rp25.000. Harga ini sudah termasuk cendera mata berupa stiker, gantungan kunci, buku panduan (booklet), dan tas kanvas kecil. Untuk jam operasional Lokananta, yakni Senin-Jumat pukul 9.00-11.30 WIB, dan berlanjut pada pukul 12.30-15.00 WIB. Sedangkan pada hari Sabtu, Minggu, dan hari libur nasional, areal itu tutup.

Pengunjung bisa melihat ‘dapur’ Lokananta, misalnya koleksi mesin-mesin yang pernah digunakan untuk duplikasi kaset audio, VHS, mesin pemotong pita kaset, hingga pemutar piringan hitam. Mayoritas mesin merupakan produksi era 1960 sampai 1990. Ada pula alat-alat perekam lawas yang tidak dipakai lagi, tapi masih dirawat dengan baik. Seperti konsol musik yang hanya ada dua di dunia, satu di Lokananta dan satu lagi di London. Beberapa sudut Lokananta juga disulap menjadi pusat kuliner (foodcourt) dan galeri untuk menampung para pegiat usaha mikro, kecil, menengah (UMKM). 

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemkot Surakarta juga turun tangan. Mereka membantu revitalisasi Lokananta dan pembangunan sebuah teater terbuka (amphitheatre) yang dapat dipakai untuk konser musik dan sebuah sekolah musik. Arsitek terkemuka Andra Matin juga dilibatkan.

Menurut Direktur Utama PT Perusahaan Pengelolaan Aset Yadi Jay Ruchandi, proses revitalisasi dan pengembangan Lokananta berkonsep creative and commercial hub ini diharapkan bisa selesai pada Februari 2023. Sehingga nantinya, lewat proses pengembangan ini, akan menghidupkan kembali Lokananta sebagai lorong waktu dan saksi hidup perjalanan musik di Indonesia.

Editor:

Berita Lainnya

Berita Terkini