SOLO, HARIANKOTA.COM – Penanganan perkara besar terkait dugaan penyimpangan lahan di kawasan Pagar Laut kembali menjadi perbincangan hangat usai penyidik Bareskrim Polri dikabarkan mengabaikan arahan hukum dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Langkah kontroversial ini menuai kritik tajam dari para ahli hukum yang mempertanyakan arah penegakan keadilan di Indonesia.
Pakar hukum pidana dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Dr. Muhammad Rustamaji, SH, MH, menyayangkan sikap Polri yang dinilai mengesampingkan sinergi antarlembaga penegak hukum.
Menurutnya, keputusan tersebut berpotensi merusak sistem peradilan pidana terpadu yang selama ini menjadi fondasi hukum nasional.
“Kolaborasi antara jaksa dan penyidik merupakan elemen kunci dalam membangun proses hukum yang adil. Mengabaikan masukan jaksa bisa memperlemah pengungkapan fakta-fakta di pengadilan,” ujar Rustamaji dalam forum diskusi daring bertajuk “Polisi Tolak Petunjuk Jaksa: Skandal Pagar Laut di Persimpangan”, Jumat (2/5/2025).
Kasus yang telah mencuat sejak awal tahun ini disebut menimbulkan kerugian negara hingga puluhan miliar rupiah.
Namun, alih-alih mengusut kasus sebagai tindak pidana korupsi sesuai Undang-Undang Tipikor, penyidik justru menetapkan pasal pemalsuan dokumen sebagai dasar penyelidikan.
Sikap ini bertolak belakang dengan rekomendasi Kejaksaan Agung yang menilai kuat adanya unsur korupsi sistemik.
Rustamaji menilai bahwa petunjuk dari JPU tak diberikan sembarangan. Ia menjelaskan bahwa kasus ini menyeret banyak pihak, termasuk korporasi besar dan ratusan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang dinilai bermasalah.
“Kalau kita hanya bicara pemalsuan dokumen, maka pintu untuk menguak aktor intelektual di balik jaringan korupsi ini bisa tertutup rapat,” jelasnya.
Halaman
Editor | : | Alifian |
---|