DENPASAR, Hariankota.com – Pura Besakih jadi salah satu destinasi wisata para peserta Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Negara-Negara G20 pada 15-16 November 2022.
Pura Besakih akan menjadi salah satu tempat kunjungan wisata para peserta Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Negara-Negara G20 pada 15-16 November 2022. Karena itu, pemerintah pun melakukan penataan kawasan di sekitar pura sejak 2021.
Presiden Joko Widodo memerintahkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk membenahi kawasan Pura Besakih.
Sejumlah fasilitas penunjang dibangun di Area Manik Mas seperti gedung parkir empat lantai seluas 55.201 meter persegi dan mampu menampung 66 unit bus besar serta 1.369 mobil dan 2.000 motor.
Dibuatkan pula alur masuk dan keluar berbeda, sehingga tidak terjadi penumpukan, termasuk pengaturan sirkulasi jalan untuk kendaraan.
Pulau Bali dikenal dengan sebutan Pulau Seribu Pura, karena tempat ibadah bagi umat Hindu ini sangat mudah ditemukan.
Pura juga banyak dibangun menyatu dengan keindahan alam di sekitarnya sehingga ada yang letaknya di ujung tebing curam berpemandangan laut lepas atau di kaki gunung.
Ini selaras dengan orientasi kesucian masyarakat Hindu Bali, yakni kaja-kelod atau ke arah gunung dan pantai. Misalnya, Pura Besakih, tempat peribadatan terbesar umat Hindu Bali.
Pura berjulukan Mother of Temple ini merupakan kompleks peribadatan seluas 12 kilometer persegi terdiri dari satu pura utama yakni Pura Penataran Agung dan 17 pura yang lebih kecil.
Terletak di ketinggian hampir 1.000 meter di atas permukaan laut (mdpl), Pura Besakih berada di barat daya Gunung Agung, gunung tertinggi di Pulau Dewata yang memiliki puncak 3.142 mdpl. .
Secara administrasi, Pura Besakih adanya di Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem. Jaraknya sekitar 53,3 km atau dua jam perjalanan darat dari Renon di Denpasar, ibu kota Provinsi Bali.
Perjalanan menuju Pura Besakih akan melewati panorama Bukit Jambul, salah satu objek wisata alam di perbatasan Karangasem dan Kabupaten Klungkung. Nama besakih diambil dari Bahasa Sansekerta, yaitu wasuki. Sedangkan dalam bahasa Jawa Kuno adalah basuki yang berarti ‘selamat’.
Besakih juga dikaitkan oleh mitologi naga basuki sebagai penyeimbang Gunung Mandara. Tidak ada catatan resmi mengenai siapa pendiri pura itu, kendati terdapat beberapa versi cerita masyarakat.
Dilansir dari laman Indinesia.go.id, peneliti budaya asal Australia, yang bekerja pada Museum Nasional Etnologi Leiden, David J Stuart Fox pernah membuat buku terkait Pura Besakih: Temple, Religion, and Society in Bali.
Dalam buku setebal 470 halaman itu, lulusan Australian National University tersebut menjelaskan, salah satu cerita soal pendiri Pura Besakih didapat Fox dari buku Het Adatrecht van Bali karya Dr VE Korn pada 1932 lampau.
Fox menceritakan, berdasarkan kisah dari buku Korn itu, ada seorang tokoh agama (pedanda) di lembah Gianyar mengaku bahwa pendirinya adalah Resi Markandenyan dari Pulau Jawa.
Pura ini rampung seluruhnya pada abad 15 dan di dalamnya terdapat banyak peninggalan seperti sarkofagus, menhir, dan struktur teras seperti piramida.
Beberapa di antaranya adalah Prasasti Gaduh Sakti Selat berangka tahun 1393 Saka atau 1471 Masehi, dan Prasasti Batu Madeg. Kemudian Prasasti Penataran Besakih A (1366 Saka/1444 Masehi) yang menyebutkan lokasi Pura Besakih di hulundang ring basuki atau desa di hulu atau tempat tersuci.
Follow Berita Hariankota di Google News