Pesan yang dibawa konsisten: lembaga keuangan memiliki tanggung jawab untuk tidak mendukung sistem ekonomi yang merugikan hewan, merusak lingkungan, dan mengancam kesehatan manusia.
Dalam konteks ini, pendekatan One Health yang dikembangkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sangat relevan, karena mengaitkan erat kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan.
Selain itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga telah menekankan pentingnya kesejahteraan hewan sebagai bagian dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).
“Dengan mengadopsi kebijakan kesejahteraan hewan yang kuat, sektor keuangan tidak hanya membantu mengurangi penderitaan jutaan hewan, tetapi juga berperan dalam mengatasi isu-isu strategis global seperti perubahan iklim, deforestasi, dan risiko kesehatan masyarakat,” tambah Elfha.
Risiko Reputasi bagi Perbankan
Dari perspektif bisnis dan investasi, pengabaian terhadap isu kesejahteraan hewan dapat memicu tekanan dari investor dan konsumen yang semakin sadar akan pentingnya etika dalam investasi.
Risiko reputasi, penurunan loyalitas nasabah, hingga potensi disrupsi pasar menjadi ancaman nyata bagi lembaga keuangan yang tidak cepat beradaptasi.
Apalagi dalam era keterbukaan informasi digital, masyarakat kini bisa memantau kebijakan institusi keuangan secara langsung melalui platform interaktif seperti www.banksforanimals.org, di mana publik dapat melihat skor bank mereka dan menyampaikan tuntutan akan perubahan kebijakan.
Kesimpulan: Momen Penting untuk Reorientasi Strategi Investasi
Dalam era di mana ESG menjadi indikator kinerja yang semakin krusial, laporan Banks for Animals 2025 menjadi pengingat penting bagi sektor keuangan, khususnya di Indonesia, untuk mulai mengintegrasikan nilai-nilai keberlanjutan dan etika ke dalam strategi bisnis mereka.
Langkah ini bukan sekadar tanggung jawab sosial, tetapi juga peluang untuk menciptakan sistem keuangan yang lebih adil, berkelanjutan, dan relevan di masa depan.***
Halaman
Editor | : | Alifian |
---|