Henry Indraguna, Membaca Makna di Balik Unggahan “Nyesel Gabung Republik”‘: Bentuk Kekecewaan Putra Mahkota Keraton Solo
SOLO, HARIANKOTA. COM – Unggahan kontroversial Putra Mahkota Keraton Kasunanan Surakarta, KGPAA Hamengkunegoro, di akun Instagram pribadinya, @kgpaa.hamangkunegoro, yang berbunyi “Nyesel Gabung Republik” telah memicu perdebatan luas di kalangan masyarakat.
Unggahan tersebut mencerminkan kekecewaan mendalam atas berbagai permasalahan yang dihadapi rakyat.
Prof Dr Kanjeng Pangeran Aryo (KPA) Henry Indraguna SH MH, Penasihat Ahli Balitbang DPP Partai Golkar, menyoroti bahwa ungkapan Putra Mahkota tersebut merupakan cerminan dari kerugian nyata yang dirasakan rakyat.
Ia mencontohkan beberapa permasalahan, seperti kasus korupsi di Pertamina yang merugikan konsumen, pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di Sritex yang menyebabkan pengangguran, dan kasus korupsi timah yang merampas hak rakyat atas sumber daya alam.
Selain itu, Putra Mahkota juga menyoroti janji Daerah Istimewa Surakarta yang tak kunjung terwujud sejak 1946. Menurutnya, Republik telah mengabaikan Keraton dan warga Solo dengan tidak memberikan hak istimewa yang dijanjikan.
Unggahan lain dari Putra Mahkota, “Percuma Republik kalau hanya untuk membohongi,” semakin menegaskan kekecewaan atas janji-janji yang tidak ditepati.
KPA Dany Nur Adiningrat dari Keraton menjelaskan bahwa ungkapan tersebut merupakan bentuk satire yang relevan. Prof Henry Indraguna memahami kegelisahan Putra Mahkota dan mendesak pemerintah untuk merespons kritik tersebut secara bijak.
Ia menekankan bahwa kritik tersebut adalah panggilan agar Republik kembali berpihak pada rakyat, yang merupakan pemilik sejati Republik.
Prof Henry juga menggarisbawahi bahwa unggahan tersebut bukanlah bentuk penolakan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), melainkan seruan agar janji kemerdekaan tidak hanya menjadi slogan kosong.
Ia mengapresiasi pandangan Gusti Moeng, Ketua Lembaga Dewan Adat Keraton Solo, yang menekankan pentingnya menjaga stabilitas nasional. Gusti Moeng menegaskan bahwa pernyataan Putra Mahkota adalah sikap pribadi, bukan sikap Keraton sebagai lembaga adat.
Gusti Moeng juga mengingatkan bahwa Keraton Solo tetap berkomitmen pada NKRI, sesuai dengan warisan leluhur yang turut mendirikan Republik pada 1945. Prof Henry berharap agar aspirasi Putra Mahkota didengar dan semangat persatuan yang digaungkan Gusti Moeng tetap dijaga.
Ia menekankan pentingnya bagi para pengelola negara untuk bertindak nyata dan mengutamakan kepentingan rakyat dan negara.***
Editor | : | Alifian |
---|