foto/pemkot Solo
SOLO, HARIANKOTA.COM – Kampung Laweyan sejak dulu dikenal sebagai pusat industri batik. Masih banyak peninggalan yang menyimpan kisah-kisah menarik pada era kejayaan industri batik dan perdagangan besar di masa Kerajaan Pajang, yang menguasai wilayah Laweyan saat itu.
Dilansir dari laman pemkot solo, perdagangan di Laweyan itu didukung dengan infrastruktur berupa dermaga atau bandar, yang pernah ada dan menjadi jantung perdagangan, yang menghidupkan transaksi berbagai komoditas.
Keberadaan bandar memunculkan banyak saudagar-saudagar besar sehingga warga Laweyan sendiri juga mendapatkan berkah dan banyak menjadi pedagang besar batik. Perdagangan yang sangat berkembang, ikut mengubah peradaban di Laweyan, yang ditandai dengan berdirinya banyak bangunan dan rumah-rumah besar dengan desain arsitektur khas orang kaya pada masanya.
Tanpa dukungan bandar, mustahil Laweyan menjadi poros perdagangan kain dan batik yang paling menonjol pada eranya kala itu. Salah satu bandar yang hingga kini masih ada jejaknya adalah Situs Bandar Kabanaran.
Mencari Situs Bandar Kabanaran di Kampung Laweyan tak begitu sulit. Bila pengunjung sampai pada Tugu Batik Laweyan, disana akan ditemui beberapa petunjuk atau tulisan Situs Bandar Kabanaran. Dari Tugu Batik Laweyan, yang lokasinya berada di dalam kampung, bila berjalan beberapa meter ke arah selatan, akan menemui sebuah sungai dan jembatan. Warga sekitar kerap menyebutnya ‘Banaran’, yang dimaksud adalah Kabanaran.
Situs ini berada di Jalan Nitik, Kampung Kidul Pasar, RT 04/RW 01, Kelurahan Laweyan, Kecamatan Laweyan, Solo. Di sekitar situs tersebut terdapat Jembatan Ngingas yang melintas di atas Kali Jenes, anak Sungai Bengawan Solo.
Memang tidak ada bekas atau sisa bangunan yang memperlihatkan sebuah bentuk bandar. Tempat itu kini berdampingan dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Bandar Kabanaran Kampung Batik Laweyan. Di sisi utara terdapat makam lama. Meskipun tidak terlihat jejak sisa bangunan sebuah bandar, namun kesan yang dirasakan, seolah kita berada di pusat hiruk-pikuk perdagangan dermaga yang cukup ramai.
Kali Jenes atau Sungai Jenes (dulu Sungai Kabanaran) yang cukup lebar, menjadi urat nadi sarana transportasi vital perahu-perahu dagang yang dibawa ke Laweyan. Bahan-bahan pendukung pembuat kain batik, seperti benang, kapas dan sebagainya, pernah diangkut, diturunkan dan diperdagangkan di Bandar Kabanaran Laweyan. Seperti layaknya banyak dermaga, pertumbuhan kampung atau daerah yang memiliki dermaga atau bandar, secara otomatis pertumbuhan ekonominya jauh lebih cepat dibanding daerah lain.
Maka tidak mengherankan, bila begitu banyak orang sukses dan kaya berkat perkembangan industri batik di Laweyan. Bahkan pada masa itu, di wilayah Kerajaan Pajang, wilayah Laweyan sangat menonjol dan terkenal sebagai daerah elit karena memiliki saudagar batik besar dan berpengaruh.
Perekonomian di Era Ki Ageng Henis
Bila sampai di lokasi Situs Bandar Kabanran, akan menemuai papan yang tertulis Situs Bandar Kabanaran. Ada sepenggal catatan sejarah yang ditulis di papan tersebut: “Bandar semasa Kerajaan Pajang tahun 1546 M, yang menghubungkan Pasar Laweyan dengan Bandar Nusupan di tepi Bengawan Solo,”
Tergambar bahwa Laweyan sudah berkembang menjadi pusat ekonomi yang didukung dengan keberadaan Pasar Laweyan. Pasar Laweyan sendiri dulu pernah ada di Kampung Laweyan, yang lokasinya hanya beberapa meter ke arah utara dari Bandar Kabanaran. Diperkirakan, dahulu lokasi Pasar Laweyan berada tepat di sekitar Tugu Batik Laweyan. Berbagai komoditas dipasok dari Bandar Kabanaran dan dijual di Pasar Laweyan melalui perahu-perahu yang melintasi Sungai Jenes.
Solo pada masa lalu, memang dikenal sebagai wilayah yang memiliki banyak jalur transportasi sungai. Sungai Jenes merupakan salah satu jalur penting, selain Sungai Nusupan dan Semanggi. Berbagai komoditas banyak dibawa oleh kapal-kapal dagang besar yang berasal dari kerajaan Majapahit, Jawa Timur. Lalu untuk membawa komoditas tersebut hingga ke pedalaman, dibawa oleh perahu-perahu lebih kecil yang menyusuri kali atau sungai kecil.
Laweyan yang sangat dikenal itu, tak lepas dari pengaruh Ki Ageng Henis, putra dari Ki Ageng Sela. Ki Ageng Henis memiliki pengaruh kuat pada kejayaan industri batik dan penyebaran agama Islam di Laweyan. Makamnya ada di sebelah barat Masjid Laweyan, dimana masjid tersebut dibangun pada era kejayaan Kerajaan Pajang.
Untuk memperkaya pengalaman dan menelisik sejarah Laweyan serta batik Laweyan, nggak ada salahnya bila mampir ke makam Ki Ageng Henis. Ki Ageng Henis ini dikenal sebagai penasihat spiritual Sultan Hadiwijaya sebelum naik tahta sebagai Raja Pajang, ketika Sultan Hadiwijaya masih bernama Joko Tingkir atau Mas Karebet. Ki Ageng Henis pada semasa hidupnya, ikut membantu perkembangan batik khas Laweyan hingga dikenal ke seantero nusantara melalui perdagangan di Bandar Kabanaran Laweyan.
Editor | : |
---|