Perjuangannya melawan penjajah Kompeni dan juga kerajaan yang pro kepada Kompeni selama hampir 16 tahun lamanya dengan pertempuran sebanyak 250 kali. Dengan jumlah pasukan yang terbatas dan peralatan perang yang sederhana dan minim, seperti keris, tombak dan pistol hasil rampasan tentara Kompeni.
Diantaranya bertempur melawan VOC dengan komandan Kapten Van der Pol dan Kapten Beiman di sebelah selatan Rembang, di hutan Sitakepyak. Raden Mas Said berhasil menebas kepala kapten Van der Pol dengan tangan kirinya. Kemudian penyerbuan ke benteng Vredeburg Belanda dan keraton Yogya-Mataram karena Raden Mas Said marah VOC membakar dan menjarah harta benda penduduk desa.
Dalam berperang Raden Mas Said menggunakan motto yang menjadi semangat bertempur pasukannya yakni ‘tiji tibeh’ (mati siji mati kabeh, mukti siji mukti kabeh) yang artinya gugur satu gugur semua, sejahtera satu sejahtera semua.
Belanda sangat mengakui kehebatan Raden Mas Said, baik kesaktian, maupun strategi perangnya. Sampai akhirnya VOC menyebutnya Pangeran Sambernyawa karena musuhnya termasuk Kompeni sendiri menganggapnya sebagai penyebar maut.
Salah satu lokasi yang dijadikan lokasi benteng pertahanan Pangeran Sambernyawa adalah wilayah Sapta Tirta Pablengan. Meski bentengnya hancur, namun Sapta Tirta Pablengan tidak terusik. Bahkan tentara VOC mengaku kalah dengan taktik perang gerilya Pangeran Sambernyawa dan pasukannya.
Pada 1983, pemerintah mengangkat Mangkunegara I sebagai pahlawan nasional, karena jasa-jasa kepahlawanannya. Mendapat penghargaan Bintang Mahaputra.***
Halaman
Editor | : |
---|