Hariankota.com – Lokasi ritual Wilujengan Nagari Mahesa Lawung (menanam sesaji kepala kerbau) di alas (hutan) Krendhowahono terdapat salah satu situs bersejarah.
Sekitar 400 meter disebelah barat pundhen di alas Krendhowahono terdapat sebuah batu yang dikhususkan keberadaannya.
Dilansir dari laman resmi pemkab Karanganyar, sepintas batu itu tak jauh berbeda dengan batu-batu yang lain, namun batu ini keberadaanya memang terasa dikhususkan.
Batu tersebut dinamakan Watu Gilang karena memang bentuk batu yang cenderung datar. Meski batu tersebut telah diperlakukan khusus ternyata memang belum dikenal dikalangan masyarakat luas.
Banyak yang tidak menyangka jika batu yang diperlakukan khusus itu ternyata menyimpan sejarah perjuangan Pangeran Diponegoro. Bahkan tidak mustahil apabila Watu Gilang tersebut bisa menguak tentang pertanyaan Bagaimana sikap Keraton Surakarta terhadap perjuangan Pangeran Diponegoro.
Batu itu diyakini sebagai tempat duduk pada pertemuan Sampeyandalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Susuhunan Paku Buwono VI dengan Pangeran Diponegoro yang ketika itu sekitar awal abad XVIII, telah memulai berjuang melawan Kompeni Belanda.
Sedang Sampeyandalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Susuhunan (SISKS) Paku Buwono VI adalah penguasa Keraton Surakarta Hadiningrat ( Situs Watu Gilang, Konon Lokasi Pertemuan Pangeran Diponegoro dan Paku Buwono IV
Hariankota.com – Lokasi ritual Wilujengan Nagari Mahesa Lawung (menanam sesaji kepala kerbau) di alas (hutan) Krendhowahono terdapat salah satu situs bersejarah.
Sekitar 400 meter disebelah barat pundhen di alas Krendhowahono terdapat sebuah batu yang dikhususkan keberadaannya.
Dilansir dari laman resmi pemkab Karanganyar, sepintas batu itu tak jauh berbeda dengan batu-batu yang lain, namun batu ini keberadaanya memang terasa dikhususkan.
Batu tersebut dinamakan Watu Gilang karena memang bentuk batu yang cenderung datar. Meski batu tersebut telah diperlakukan khusus ternyata memang belum dikenal dikalangan masyarakat luas.
Banyak yang tidak menyangka jika batu yang diperlakukan khusus itu ternyata menyimpan sejarah perjuangan Pangeran Diponegoro. Bahkan tidak mustahil apabila Watu Gilang tersebut bisa menguak tentang pertanyaan bagaimana sikap Keraton Surakarta terhadap perjuangan Pangeran Diponegoro.
Batu itu diyakini sebagai tempat duduk pada pertemuan Sampeyandalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV dengan Pangeran Diponegoro yang ketika itu sekitar awal abad XVIII, telah memulai berjuang melawan Kompeni Belanda.
Pakubuwana VI adalah pendukung perjuangan Pangeran Diponegoro, yang memberontak terhadap Kesultanan Yogyakarta dan pemerintah Hindia Belanda sejak tahun 1825. Namun, sebagai seorang raja yang terikat perjanjian dengan Belanda, Pakubuwana VI berusaha menutupi persekutuannya itu.
Agar pertemuan antara Pakubuwana VI dengan Pangeran Diponegoro tidak diketahui oleh Belanda maka dibuatlah siasat-siasat yang hanya diketahui oleh mereka. Beberapa siasat-siasat yang pernah digunakan seperti siasat mimis kencana, sebuah siasat dimana mereka berpura-pura saling berperang agar pihak Belanda mengira mereka saling bermusuhan. Selain itu ada siasat candradimuka, sebuah siasat yang penamaanya bersumber dari cerita wayang gatotkaca. Siasat ini digunakan untuk membicarakan tentang jalannya perang melawan Belanda.
Sedang Sampeyandalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Susuhunan (SISKS) Paku Buwono IV adalah penguasa Keraton Surakarta Hadiningrat (tahun 1823 sampai 1830)
Follow Berita Hariankota di Google News