SOLO, HARIANKOTA.COM – Setelah melewati masa kelam perselisihan yang berkepanjangan, Keraton Surakarta Hadiningrat kini menatap masa depan dengan harapan baru.
Putusan Mahkamah Agung (MA) yang dieksekusi pada 8 Agustus 2024, telah menjadi titik terang yang mengakhiri konflik internal yang melanda keraton selama dua dekade terakhir.
Putusan ini bukan sekadar kemenangan hukum, tetapi juga panggilan untuk rekonsiliasi. Dampak langsung dari putusan MA ini adalah pemulihan status hukum keraton ke kondisi tahun 2004, yang secara otomatis membatalkan semua keputusan kontroversial yang diambil sejak tahun 2017.
Ini termasuk pembatalan pengangkatan permaisuri dan putra mahkota yang dianggap tidak sah.
Gusti Moeng (GKR Koes Murtiyah Wandansari) kini diakui kembali sebagai Pengageng Sanono Wilapa, mengembalikan posisinya sesuai dengan keputusan tahun 2004. Lebih dari itu, putusan ini menegaskan bahwa lembaga-lembaga yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri (SK Mendagri) tahun 2017 adalah ilegal, sehingga semua keputusan yang dihasilkan oleh lembaga-lembaga tersebut tidak memiliki kekuatan hukum.
KPH Eddy Wirabhumi, Ketua Eksekutif Lembaga Hukum Keraton Surakarta, menekankan pentingnya persatuan di antara keluarga keraton, khususnya kedua putra PB XIII yang sebelumnya bersaing.
Ia menyerukan agar mereka bekerja sama, saling melengkapi, dan menghindari pertikaian yang merugikan.
“Saat ini, bukan saatnya lagi untuk saling menjatuhkan. Kita harus bersatu, bekerja sama, dan membangun keraton ini kembali,” ujar KPH Eddy Wirabhumi.
Lebih lanjut, KPH Eddy Wirabhumi mengajak semua pihak untuk menghormati hukum dan bekerja sama menciptakan suasana yang kondusif. Ia menekankan pentingnya mengakhiri segala bentuk kesombongan dan pemaksaan kehendak pribadi.
“Kita harus memulai dari awal, dengan niat yang tulus untuk menjaga PB XIII, istri, dan anak-anaknya. Mari kita ciptakan harmoni dan kedamaian di lingkungan keraton,” tambahnya.
Putusan MA ini diharapkan menjadi titik awal bagi Keraton Surakarta untuk menata kembali struktur kepengurusan dan mengembalikan tradisi-tradisi luhur yang sempat terabaikan.
“Ini adalah kesempatan emas untuk menulis ulang sejarah keraton dengan tinta emas persatuan dan keadilan, ” ujarnya.
Editor | : | Alifian |
---|